Senin, 25 Oktober 2010

Wanita Pilar Bangsa



Judul : La Tahzan for Woman
Penulis : Muhammad Sholihin
Penerbit : Cemerlang Publishing, Yogyakarta
Cetakan : I, Mei 2010
Tebal : 122 halaman
ISBN : 978-602-84594-6-4
Peresensi : Hibatun Wafiroh (Pustakawan Pesantren Mahasiswa IAIN Sunan Ampel Surabaya)

Siapa yang akan menyangkal realitas sejarah bahwa pada zaman Jahiliyah wanita diperlakukan tidak adil. Wanita diklaim sebagai makhluk lemah yang sama sekali tidak mendatangkan keuntungan. Bayi perempuan ibarat seonggok daging yang tidak berguna dan akan mendatangkan kesialan sehingga dikubur dalam kondisi hidup-hidup. Penderitaan dan ketidaktenangan selalu melingkupinya.

Diskriminasi terhadap perempuan pelan-pelan terhapuskan sejak Rasulullah datang dengan membawa risalah kenabian. Kehormatan wanita dilindungi. Tidak ada lagi bayi perempuan yang direnggut nyawanya dengan paksa. Lelaki dan perempuan memiliki kedudukan yang sama. Allah tak membedakan keduanya. Berbagai dobrakan ditawarkan oleh Rasul untuk mengentaskan perempuan dari sumur keterpurukan. Kewajiban menuntut ilmu bagi perempuan, misalnya. Dengan ilmu, perempuan dapat menghiasi dirinya dengan perhiasan kemuliaan.

Ketika menelusuri alur sejarah, nampaknya stigma negatif terhadap perempuan belum sepenuhnya hilang. Masih banyak orang yang beranggapan bahwa perempuan layak di kasur, sumur dan ranjang. Kondisi tak kalah memprihatinkan juga kerap terjadi. Perempuan bak komoditas yang marak diperdagangkan.
Lalu bagaimana Islam memandang perempuan? Jawaban atas pertanyaan ini dituangkan oleh Muhammad Sholihin dalam bukunya La Tahzan for Woman. Ini adalah buku self help, buku petunjuk cara hidup yang menyajikan tips-tips menjadi wanita shalihah yang didasarkan pada ayat al-Qur’an dan sabda Nabi. Tidak tertinggal nasihat Rasulullah kepada putri semata wayangnya, Fatimah al-Zahra, yang sarat motivasi.

Tentu untuk menjadi wanita shalihah tidak semudah membalikkan telapak tangan. Dibutuhkan tekad dan komitmen yang kuat untuk melalui proses takwa. Menanami hati dengan rasa takut durhaka pada Allah dan Nabi Muhammad. Tidak hanya itu, hati juga layak dihiasi oleh para wanita dengan seikat komitmen “kesetiaan” pada suami. Ini akan menumbuhkan rasa patuh penuh cinta pada suami. Tanpa disadari, rasa ini menjadi jalan ibadah dan nilainya lebih mahal dan berharga di sisi Allah. Tapi semua itu terasa berat kecuali dengan ilmu. Tak ayal jika wanita shalihah adalah mereka yang memiliki ilmu, sehingga mampu mencipta strategi tepat dalam membentuk keluarga sakinah, mawaddah wa rahmah (hal 22-23).

Buku setebal 122 halaman ini mengulas tema-tema menarik yang cukup menggugah semangat perempuan untuk terus maju dalam rangka menggapai predikat wanita shalihah. Antara lain: al-Qur’an Mendefinisikan Wanita (hal. 13-17), Wanita Dari Tulang Rusuk Laki-laki (hal. 25-28), Fatimah al-Zahrah, Percik Indah Putri Nabi (29-34), Tuhan, Alhamdulillah Karena Ku Wanita (35-39) dan lainnya. Hanya saja tema-tema itu dijabarkan secara singkat sehingga pembahasannya terkesan kurang dalam. Toh begitu, pesan pokok tetap dapat ditangkap dari penjelasan singkat tersebut.

Wanita ialah makhluk Allah yang cenderung sensitif. Berbeda dengan lelaki yang lebih mengedepankan akal. Karena sifat sensitifnya ini, wanita harus diperlakukan dengan lembut. Sekali-kali tak diperkenankan menimpakan tindak kekerasan padanya. Ia tercipta dari tulang rusuk laki-laki. Secara filosofis, ini menunjukkan bahwa tulang rusuk dekat dengan hati. Andai tak ada tulang rusuk yang melindungi hati, tentu hati akan kocar-kacir dan mudah tersayat. Wanita ialah penopang bagi laki-laki. Tanpa keberadaannya, dunia akan terasa sepi. Di samping itu, tulang rusuk tidak tegak adanya, tapi bengkok. Artinya, watak dasar wanita memang sensitif. Untuk itulah, ia harus diperlakukan dengan lembut dan penuh kasih sayang agar tidak patah.

Sebagai penutup buku ini, Muhammad Sholihin memaparkan sepuluh pesan Rasullah yang ditujukan kepada putrinya, Fatimah al-Zahrah (hal. 109-117). Setiap saat Fatimah senantiasa mengabdikan dirinya untuk suami dan anak-anaknya. Ia tak pernah mengeluh, apalagi memprotes apa-apa yang diberikan oleh suaminya, Ali, walaupun pemberian itu masih terbilang kurang untuk sekedar memenuhi kebutuhan rumah tangganya. Ia ikhlas melakoni peran sebagai seorang istri dan ibu. Sebagai imbalannya, Allah telah menyiapkan kebaikan untuknya di alam akhirat kelak. Kebaikan berupa pahala, surga dan dijauhkan dari neraka.

Muslimah seyogianya meniru prilaku mulia Fatimah. Saban perbuatannya dalam mengurusi rumah tangga dapat membuahkan pahala asalkan dijalani dengan penuh keikhlasan. Ia harus mencurahkan seluruh cinta kasihnya untuk keluarganya. Ia harus mematuhi segala perintah sang suami selama tidak bertentangan dengan ketentuan syariat Islam. Ia harus menjaga kehormatan dirinya tatkala suaminya sedang bepergian. Dengan demikian ia akan mendapatkan sentuhan kasih sayang Allah di akhirat. Pintu surga terbuka untuknya selama ia bertakwa.

Di tangan perempuan nasib suatu bangsa. Baik buruknya bangsa ditentukan oleh perempuan. Wanita adalah pilar bangsa. Adagium ini tidak salah –walau tidak bisa dikatakan selalu benar. Generasi bangsa dimulai dari lingkungan terkecil, yaitu keluarga. Lazim diketahui bahwa yang berinteraksi secara intens dengan anak-anak adalah perempuan (baca: ibu). Sementara anak adalah generasi muda yang akan memikul tanggung jawab mengurus bangsa. Jika sejak kecil ia dididik dengan baik, maka nanti ia akan tumbuh menjadi manusia yang bermoral mulia. Terlepas dari pengaruh lingkungan pergaulannya.

Buku La Tahzan for Woman karya Muhammad Sholihin ini layak dibaca oleh siapa saja karena menyimpan banyak manfaat. Terutama wanita yang menginginkan predikat mar’ah shalihah melekat padanya.

Tidak ada komentar: