Kamis, 27 Februari 2020

Komitmen Membaca

Dahulu di antara hal yang kuharapkan apabila lulus tes CPNS enam tahun lalu adalah bisa sering membeli buku tanpa mempertimbangkan harga dan tanpa memikirkan uang dari mana. Sebagai rentetan dari harapan itu, aku akan meresensi buku, menulis cerita-cerita inspiratif dan bergabung dengan komunitas penulis di Jakarta. Intinya, aku ingin tetap berkarya melalui tulisan.

Setelah perjuangan yang tidak mudah dan tidak singkat, alhamdulillah, Allah meluluskanku. Tetapi ternyata aku terbuai dengan rutinitas kerja. Awal-awal aku masih sempat membaca. Aku suka melahap buku-buku biografi gratis terbitan kantorku. Kadang-kadang aku ke Gramedia dan membawa pulang buku. Namun kegemaran membaca dan membeli buku itu tidak berlangsung lama. Aku mulai malas membaca, apalagi menulis. Bergabung dengan komunitas penulis pun tidak. Padahal sebenarnya waktu untuk kedua kegiatan itu ada kalau aku mau.

Pada akhir Februari 2015, beberapa saat sebelum aku dilantik menjadi PNS, aku berkenalan dengan seorang pria yang mempunyai kegemaran membaca. Dia mengenalku dari blogku. Semula komunikasi melalui facebook dan whatsapp. Kemudian kami bertemu di hari terakhir Islamic Book Fair, tanggal 8 Maret 2015, di Istora Senayan. Dia memborong kitab banyak, sedangkan aku tidak membeli apapun. Minat bacaku makin parah.

Hampir 14 bulan semenjak kami kenal pertama kali, pada 22 April 2016 alhamdulillah kami melangsungkan pernikahan. Setelah menikah, ada keinginan untuk membaca dan menulis lagi. Suami juga sangat mendukung. Koleksi bukunya banyak, menanti untuk kubaca. Tapi lagi-lagi aku malas.

Tahun berikutnya alhamdulillah Allah mengaruniai kami seorang anak perempuan yang kami namai Nityasa Hasna’ Aqilah. Kami berharap kelak Hasna mencintai ilmu pengetahuan dan suka membaca. Aku sadar, jika aku mengharapkan Hasna suka membaca, maka aku juga harus suka membaca. Oleh karena itu, aku mulai merutinkan membaca buku saat pumping di kantor.

Makin ke sini minat bacaku makin kendor lagi. Namun aku berkomitmen akan membaca buku-buku yang kusiapkan untuk Hasna. Aku harus sudah membacanya sebelum Hasna membacanya. Buku apapun itu. Buku tipis maupun tebal. Dan saat ini aku sedang proses mengkhatamkan buku 25 Kisah Nyata Nabi dan Rasul karya Ali Muakhir. Rencananya buku ini akan kuresensi sebagai wujud pengamalan terhadap sabda Nabi, “Qayyidul ilma bil kitab (ikatlah ilmu dengan menuliskannya).” Semoga aku punya semangat untuk menuliskannya. 

Selasa, 15 Juli 2014

Kalimat Penenang

"Lega rasanya aku bisa mantap memutuskan untuk melupakan segala kenangan di kota ini yang berkaitan dengan lelaki berkacamata minus itu. Merasa terkejut dan terpukul adalah manusiawi. Tapi kalimat ini selalu menjadi penenang: Allah tahu apa dan siapa yang terbaik untukku. ^_^"

Kemarin lusa sekitar jam setengah sepuluh malam aku menjadikan rangkaian kalimat di atas sebagai status facebook-ku. Status bernada curhatan itu disukai oleh  lima puluh orang lebih. Puluhan teman juga mengomentarinya. Tetapi aku tindak hendak membahas tanggapan orang-orang mengenai statusku. Toh, sebenarnya aku pun tidak begitu berharap catatan sederhanaku di facebook ramai direspons. Melainkan aku ingin bercerita sedikit tentang alasanku menulis tiga kalimat tersebut.

Senin, 07 Juli 2014

Tiket Masuk ke Komisi Yudisial


Lima bulan aku menempati kantor ini. Kantor mentereng berlantai enam di Jalan Kramat Raya Nomor 57. Jalan strategis yang menghubungkan Senen dan Salemba. Berbilang-bilang minggu aku menjadi bagian dari keluarga besar instansi ini. Instansi yang kelahirannya dibidani oleh para reformis yang kecewa dengan sistem hukum masa lampau. Instansi yang eksistensinya termaktub dalam Pasal 24B Undang-undang Dasar 1945. Instansi yang setara dengan tujuh lembaga negara: Presiden/Wakil Presiden, DPR, DPD, MA, MK, BPK dan MPR. Ya, terhitung mulai Februari 2014 aku resmi eker-eker di Komisi Yudisial, mencari rezeki sebagai staf anotasi.

Kamis, 03 Juli 2014

Harapanku: Abadikan Perjalanan Pak Suparman

Suparman Marzuki (Ketua Komisi Yudisial RI)

Lebih dari setahun lalu aku pernah ngetwit, "Apapun profesi yang sedang dan akan kugeluti, aku ingin tetap menulis, minimal resensi dan cerpen." Kicauan tertanggal 10 Mei 2013 itu keluar dari hati, bukan asal menyampah di beranda twitterku. Kalau tidak salah ingat, aku sedang mengalami gejolak batin ketika mengetik lima belas kata tersebut. Ya, aku sedang galau waktu itu. Pasca obrolan panjang dengan orang tuaku mengenai keberatan mereka terhadap mimpi yang sedang kuperjuangkan, aku menjadi ragu untuk fokus menulis. Jujur, aku ingin terus mengasah skill menulisku. Tetapi di sisi lain, kupikir, untuk apa aku menekuni sesuatu yang orang tuaku terang-terangan tidak setuju. Mereka mengizinkanku menulis sekedar sebagai kegiatan sampingan. Ridhallahi fi ridhal walidain. Akhirnya, dengan pertimbangan matang, aku menyengaja mati (suri?), berhenti menulis. Namun aku tetap menyimpan satu keinginan: jika aku telah memiliki pekerjaan mapan, aku akan kembali memasuki dunia tulis-menulis.

Jumat, 16 Mei 2014

Romantika Cinta Beda Bangsa

Judul               : Entangled
Penulis             : Michelle Tanera
Penyunting      : Vivekananda Gitandjali
Penerbit           : Bentang Belia, Yogyakarta
Cetakan           : I, Maret 2013
Tebal               : vii + 252 halaman
ISBN               : 978-602-9397-91-8
Harga              : Rp 42.500,00
Peresensi         : Hibatun Wafiroh

Hal yang paling diinginkan oleh Chloe Rebecca Dahl, yaitu modelling dan Taura. Suatu waktu model asal Belgia yang kariernya cemerlang itu berkunjung ke Indonesia. Dia menolak menandatangani kontrak pemotretan dengan Pierre demi berjumpa Taura.

Chloe memendam cinta kepada Taura sejak masih belia. Selama sebelas tahun cinta monyet itu tak tergerus waktu. Meski terbentang jarak ribuan kilometer, Chloe tak berpaling dari Taura. Chloe berharap kelak mereka bersatu dalam biduk rumah tangga.

Adapun Taura tidak berani mengekspresikan perasaannya kepada Chloe. Taura menghadapi persoalan keluarga yang pelik. Orang tua Taura berasal dari dua keluarga kaya yang berkonflik—Tanoto dan Dewantara. Reno Tanoto, ayah Taura, dihapus dari daftar pemegang saham perusahaan keluarga. Beruntung Reno masih dapat menghidupi anak dan istrinya dengan merintis Mids Corporation (hal. 11-14).