Jumat, 24 Juli 2009

Ibnu Hazm al-Andalusi: Ulama Produktif di Berbagai Bidang Keilmuan

Oleh: Hibatun Wafiroh*
Nama lengkap ulama yang populer sebagai pengusung madzhab Dzahiri (aliran tekstual) ini adalah Abu Muhammad ‘Ali bin Ahmad bin Sa‘id bin Hazm Al-Andalusi. Ia dilahirkan di Cordoba pada Rabu, 30 Ramadhan 384 H/7 November 994 M. Ia memiliki kakek berkebangsaan Persia (Iran) bernama Yazid. Yazid sendiri adalah salah seorang hamba sahaya milik Yazid bin Abi Sofyan (w: 19 H), saudara Muawiyah bin Abi Sofyan (w: 60 H). Setelah dimerdekakan dari status budak, keturunan Yazid tetap menjalin hubungan baik dengan keturunan Muawiyah, Kedekatan dua keluarga besar ini menjadikan pribadi Ibn Hazm loyal dan fanatik terhadap dinasti Bani Umayah di Andalusia (Spanyol).

Ibn Hazm beserta keluarganya tinggal di Montlisam (kini disebut Montijar) di kawasan Huelva, Andalusia bagian barat daya yang terletak dalam wilayah Niebla. Ia tumbuh dewasa sebagai putra seorang menteri pada masa pemerintahan Al Manshur bin Abu ‘Amir. Pasca berpulangnya sang ayah ke rahmatullah pada akhir Dzulqa‘dah 402 H/Juni 1013 M, Ibn Hazm yang masih berusia sembilan belas tahun pun meninggalkan Cordoba yang saat itu sedang diguncang prahara perang saudara dan menetap di Almeria dan Jativa. Di kedua kota itu, ia tidak tinggal untuk selamanya karena pada akhirnya ia juga berpindah lagi ke tempat lain.

Secercah Harapan di CSS MoRA


CSS MoRA (Community of Santri Scholars of Ministry of Religius Affair) atau PBSB (Penerima Beasiswa Santri Berprestasi) adalah dua istilah yang sangat asing bagiku ketika seragam putih abu-abu masih kukenakan tiap hari Senin dan Selasa. Apalagi tahu keadaan di dalamnya, dengar istilahnya saja belum pernah. Nampaknya itu hal yang wajar karena di madrasahku (MA Al Hikmah) belum ada seorang pun yang terjun di dalamnya dan di pesantrenku (Pondok Pesantren Raudhatul Ulum) belum ada seorang santri pun yang terlibat langsung serta menjadi bagian dari CSS MoRA atau PBSB. Bahkan di Kajen, desa tempatku belajar yang terletak di kecamatan Margoyoso kabupaten Pati, Jawa Tengah juga belum ada yang kenal dengan komunitas itu. Padahal di Kajen sendiri ada puluhan pesantren dan tiga yayasan pendidikan formal yang cukup terkenal dan besar.

Jeritan Hati Seorang Mahasiswa Penerima Beasiswa


Gelap gulita malam terobati oleh indahnya cahaya bulan yang bersinar dari langit sebelah timur. Nampak utuh dengan keindahannya yang luar biasa. Sinarnya yang tak redup oleh suatu apapun sehingga tampak nyaris sempurna. Aku tahu bahwa besok adalah tanggal 15 Sya’ban. Itu berarti purnamalah yang tengah kusaksikan dengan hati yang diliputi iri. Sorot cahayanya seakan mengisyaratkan kegembiraan. Kegembiraan yang tak terkontaminasi oleh sesetes pun kesedihan. Sangat jauh berbeda denganku.

Kepalaku pusing. Mataku lembab akibat air mata yang keluar tanpa kusadari. Hatiku sedih dan gundah. Tubuhku lunglai tak berdaya. Setahun menjalani kehidupan di Surabaya membuatku semakin tak karuan. Akhlaq karimah tak lagi bersemayam di dalam jiwa. Semboyan padi semakin berisi semakin merunduk tak ditemukan lagi di dalam otakku. Hanya emosi dan amarah yang selalu menghampiriku. Dendam dan dengki yang selalu bersarang di hatiku. Aku sangat pusing. Kepalaku sampai tak bisa digunakan untuk berpikir dengan jernih.