Kamis, 03 Juli 2014

Harapanku: Abadikan Perjalanan Pak Suparman

Suparman Marzuki (Ketua Komisi Yudisial RI)

Lebih dari setahun lalu aku pernah ngetwit, "Apapun profesi yang sedang dan akan kugeluti, aku ingin tetap menulis, minimal resensi dan cerpen." Kicauan tertanggal 10 Mei 2013 itu keluar dari hati, bukan asal menyampah di beranda twitterku. Kalau tidak salah ingat, aku sedang mengalami gejolak batin ketika mengetik lima belas kata tersebut. Ya, aku sedang galau waktu itu. Pasca obrolan panjang dengan orang tuaku mengenai keberatan mereka terhadap mimpi yang sedang kuperjuangkan, aku menjadi ragu untuk fokus menulis. Jujur, aku ingin terus mengasah skill menulisku. Tetapi di sisi lain, kupikir, untuk apa aku menekuni sesuatu yang orang tuaku terang-terangan tidak setuju. Mereka mengizinkanku menulis sekedar sebagai kegiatan sampingan. Ridhallahi fi ridhal walidain. Akhirnya, dengan pertimbangan matang, aku menyengaja mati (suri?), berhenti menulis. Namun aku tetap menyimpan satu keinginan: jika aku telah memiliki pekerjaan mapan, aku akan kembali memasuki dunia tulis-menulis.


Sekarang aku menjadi bagian dari Komisi Yudisial. Berkat doa Ibu-Bapak, aku lolos empat tahap seleksi CPNS di Komisi Yudisial. Tentu saja, rumus man jadd wajada juga berlaku. Walaupun masih berstatus CPNS, alhamdulillah, gaji dan tunjangan yang kuterima sangat menyejahterakan. Paramater sejahtera atau sukses itu subyektif. Bagiku, apa yang diberikan oleh Allah melalui Komisi Yudisial sudah lebih dari cukup. Alhamdulillah

Ketika saat inisemoga sampai seterusnya—aku tidak lagi mengkhawatirkan soal materi, aku ingin sekali menulis lagi, menulis apa saja. Aku rindu menulis, aku ingin menciptakan tulisan lagi. Tapi ingat, kali ini aku menulis bukan untuk mengejar rupiah. Apa yang kuperoleh dari Komisi Yudisial sudah jauh lebih dari yang kuharapkan. Sungguh, aku ingin menulis. Menulis untuk menyalur hobi, menyehatkan batin, menyegarkan pikirkan. Kicauan apapun profesi yang sedang dan akan kugeluti, aku ingin tetap menulis, minimal resensi dan cerpen masih relevan. Aku mau menulis. Aku mau menjadi penulis.

Memang akibat lama vakum menulis, tanganku menjadi agak lumpuh, kaku. Aku juga menjadi kurang percaya diri untuk menunjukkan tulisan kepada banyak orang, misalnya, dengan update status di facebook atau men-share tulisan di note facebook. Meskipun demikian, aku akan mencoba melemaskan otot-otot tanganku. Aku mau berlajar menulis lagi. Aku mau menulis.

Tidak seperti tahun-tahun sebelumnya, sekarang aku tidak menargetkan apa-apa. Aku tidak menargetkan menulis cerpen, resensi ataupun novel. Aku ingin menulis dengan santai, tenang, tidak terburu-buru. Toh, aku tidak mengejar materi dari tulisan-tulisanku nanti. Hanya saja, aku punya satu harapan, yaitu kelak aku berkesempatan menulis biografi orang nomor satu di Komisi Yudisial, Pak Suparman Marzuki. 

Aku ngefans dengan Pak Suparman Marzuki. Pria tampan ini cerdas, visioner dan rendah hati. Kalimat-kalimatnya segar nan bertenaga. Beliau sangat inspiratif. Sementara ini aku hanya mengenal beliau, belum dikenal oleh beliau. Aku juga belum pernah mengobrol langsung dengan beliau. Untuk itu, aku ingin kenal dekat dengan Pak Suparman. Tidak tanggung-tanggung, aku ingin menulis perjalanan hidup beliau. Biasanya di Komisi Yudisial ada project penulisan biografi anggota Komisi Yudisial. Kurasa, sebagai Ketua Komisi Yudisial kisah Pak Suparman akan diabadikan dalam sebuah buku. Mudah-mudahan aku ditunjuk untuk menulis tentang beliau. Alangkah senang dan bahagianya aku berkesempatan menapaktilasi perjalanan Pak Suparman Marzuki. Semoga.

Ah, tentang Pak Suparman Marzuki, insyaAllah, lain kali akan kuceritakan.



Tidak ada komentar: