Lebih dari setahun lalu aku pernah ngetwit, "Apapun profesi yang sedang dan akan kugeluti, aku ingin tetap menulis, minimal resensi dan cerpen." Kicauan tertanggal 10 Mei 2013 itu keluar dari hati, bukan asal menyampah di beranda twitterku. Kalau tidak salah ingat, aku sedang mengalami gejolak batin ketika mengetik lima belas kata tersebut. Ya, aku sedang galau waktu itu. Pasca obrolan panjang dengan orang tuaku mengenai keberatan mereka terhadap mimpi yang sedang kuperjuangkan, aku menjadi ragu untuk fokus menulis. Jujur, aku ingin terus mengasah skill menulisku. Tetapi di sisi lain, kupikir, untuk apa aku menekuni sesuatu yang orang tuaku terang-terangan tidak setuju. Mereka mengizinkanku menulis sekedar sebagai kegiatan sampingan. Ridhallahi fi ridhal walidain. Akhirnya, dengan pertimbangan matang, aku menyengaja mati (suri?), berhenti menulis. Namun aku tetap menyimpan satu keinginan: jika aku telah memiliki pekerjaan mapan, aku akan kembali memasuki dunia tulis-menulis.
Sekarang aku menjadi bagian dari
Komisi Yudisial. Berkat doa Ibu-Bapak, aku lolos empat tahap seleksi CPNS
di Komisi Yudisial. Tentu saja, rumus man
jadd wajada juga
berlaku. Walaupun masih berstatus CPNS, alhamdulillah,
gaji dan tunjangan yang kuterima sangat menyejahterakan. Paramater sejahtera
atau sukses itu subyektif. Bagiku, apa yang diberikan oleh Allah melalui Komisi
Yudisial sudah lebih dari cukup. Alhamdulillah.
Ketika saat ini—semoga sampai seterusnya—aku tidak lagi mengkhawatirkan
soal materi, aku ingin sekali menulis lagi, menulis apa saja. Aku rindu
menulis, aku ingin menciptakan tulisan lagi. Tapi ingat, kali ini aku menulis
bukan untuk mengejar rupiah. Apa yang kuperoleh dari Komisi Yudisial sudah jauh
lebih dari yang kuharapkan. Sungguh, aku ingin menulis. Menulis untuk menyalur
hobi, menyehatkan batin, menyegarkan pikirkan. Kicauan apapun profesi yang sedang dan akan
kugeluti, aku ingin tetap menulis, minimal resensi dan cerpen masih relevan. Aku mau menulis.
Aku mau menjadi penulis.
Memang akibat lama vakum menulis,
tanganku menjadi agak lumpuh, kaku. Aku juga menjadi kurang percaya diri untuk
menunjukkan tulisan kepada banyak orang, misalnya, dengan update status
di facebook atau men-share tulisan
di note facebook. Meskipun
demikian, aku akan mencoba melemaskan otot-otot tanganku. Aku mau berlajar
menulis lagi. Aku mau menulis.
Tidak seperti tahun-tahun
sebelumnya, sekarang aku tidak menargetkan apa-apa. Aku tidak menargetkan
menulis cerpen, resensi ataupun novel. Aku ingin menulis dengan santai, tenang,
tidak terburu-buru. Toh, aku tidak mengejar materi dari tulisan-tulisanku
nanti. Hanya saja, aku punya satu harapan, yaitu kelak aku berkesempatan
menulis biografi orang nomor satu di Komisi Yudisial, Pak Suparman
Marzuki.
Aku ngefans dengan Pak
Suparman Marzuki. Pria tampan ini cerdas, visioner dan rendah hati.
Kalimat-kalimatnya segar nan bertenaga. Beliau sangat inspiratif. Sementara ini
aku hanya mengenal beliau, belum dikenal oleh beliau. Aku juga belum pernah
mengobrol langsung dengan beliau. Untuk itu, aku ingin kenal dekat dengan Pak
Suparman. Tidak tanggung-tanggung, aku ingin menulis perjalanan hidup beliau.
Biasanya di Komisi Yudisial ada project penulisan
biografi anggota Komisi Yudisial. Kurasa, sebagai Ketua Komisi Yudisial kisah Pak
Suparman akan diabadikan dalam sebuah buku. Mudah-mudahan aku ditunjuk untuk
menulis tentang beliau. Alangkah senang dan bahagianya aku berkesempatan
menapaktilasi perjalanan Pak Suparman Marzuki. Semoga.
Ah, tentang Pak Suparman Marzuki,
insyaAllah, lain kali akan kuceritakan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar