Senin, 25 Oktober 2010

Menuju Pribadi Paripurna


Judul : Allah Sangat Mencintaiku, Jadi Dosa-dosa Sedikit Bolehlah
Penulis : Jamal Ma’mur Asmani
Penerbit : Gara Ilmu, Jogjakarta
Cetakan : I, 2009
Tebal : 190 halaman
Peresensi : Hibatun Wafiroh (Pustakawan Pesantren Mahasiswa IAIN Sunan Ampel Surabaya)

Manusia diberi hak hidup oleh Allah bukan untuk hidup semata. Di balik itu tersimpan amanat besar yang akan dipertanggungjawabkan kelak, yaitu amanat untuk menjadi hamba yang taat sebagaimana tersirat dalam firman-Nya, “Tidaklah Aku ciptakan jin dan manusia melainkan supaya menyembah-Ku.” Apabila amanat itu telah dipenuhi, maka balasannya ialah surga serta berbagai kemewahan yang melingkupinya. Dan api neraka akan menjilatinya jika amanat itu disia-siakan.

Dalam menjalani roda kehidupan kerap kita terpeleset dalam lembah dosa dan maksiat. Hal ini merupakan suatu kemestian sebab kita bukanlah nabi yang memiliki sifat ma’shum (terpelihara dari kesalahan) maupun malaikat yang senantiasa sam’an wa tha’atan (mendengar dan taat) terhadap titah Tuhan. Kita hanya manusia lemah yang sering tergoda bujuk rayu setan. Sebagai insan yang bergelimang dosa, sepatutnya kita selalu bertaubat manakala tindakan maksiat itu terlanjur kita perbuat.

Kita adalah hamba Allah yang wajib yakin akan sifat rahman dan rahim-Nya. Miliaran kenikmatan telah diberikan-Nya kepada kita secara cuma-cuma. Ini menjadi bukti bahwa tidak ada yang lebih mencintai kita selain Allah swt. Oleh karena itu, sangat tepat kiranya kita membalas kecintaan Allah itu dengan beribadah, baik ibadah dalam tataran vertikal (hablun minallah) maupun horizontal (hablun minannas).

Adalah Jamal Ma’mur Asmani yang berusaha menguak seluk beluk cinta hakiki kepada Sang Pencipta (mahabbah ilahiyah). Dalam bukunya yang berjudul Allah Sangat Mencintaiku, Jadi Dosa-dosa Sedikit Bolehlah, penulis asal Pati yang kini aktif di Perpustakaan Pusat Studi al-Qur’an (PSQ) dan Perpustakaan Institut Ilmu al-Qur’an (IIQ) ini, menguraikan panjang lebar tentang tanda cinta Allah kepada hamba-Nya dan juga tanda cinta hamba kepada Allah.

Secara garis besar, tanda-tanda Allah mencintai hamba-Nya, antara lain: diberi ilmu yang mendalam, diberi hati yang selalu berharap dan selalu memikirkan masa depan akhirat. (hal. 20). Ada beberapa tanda utama seseorang mencintai Allah, di mana ia mendarmabaktikan seluruh potensi hidupnya demi kebesaran ayat-ayat-Nya, antara lain: membaca, merenungkan dan mengamalkan al-Qur’an; mengikuti sunah Nabi Muhammad saw; ridha dan sabar; menjauhi pujian manusia; serta suka merahasiakan amal baik. (hal.63).

Di samping dua pembahasan di atas, buku ini menyinggung pula pengaruh dosa (hal. 99), hakikat taubat nasuha (hal. 133), menuju kepribadian paripurna (hal. 149), penjagaan Allah kepada manusia (hal. 157), menghiasi diri dengan ihsan (hal. 165) serta menjemput hasanah dunia dan akhirat (hal. 175).
Dengan menelusuri kalimat demi kalimat dalam buku ini, kita akan tersadarkan bahwa setiap tarikan nafas kita melahirkan dosa yang kian menggunung jika tidak dimintakan ampun kepada Allah. Untuk itu, kita dituntut untuk segera bertaubat sebelum ajal menjemput agar tidak menyesal nantinya.

Hakikat taubat sebagaimana tersirat dalam QS. al-Nisa’/4: 17-18, setidaknya ada empat. Yaitu ketika melakukan kesalahan dalam keadaan tak tahu, tidak mengulur-ngulur waktu untuk bertaubat, waktu taubat tidak mendekati saat kematian, dan taubat dilaksanakan sewaktu nyawa masih dikandung badan.
Selain itu, taubat harus disertai rasa optimis akan pengampuan Allah dan tidak menganggap remeh dosa-dosa tersebut meski frekuensinya kecil. Jangan sampai kita termasuk ke dalam dua belas kelompok yang dibangunkan dari kubur dalam kondisi memprihatinkan, seperti tidak punya tangan, mirip babi dan lainnya. (hal. 118-128). Kondisi ini lantaran perbuatan mereka di dunia yang keluar dari rel syariat.

Buku ini cocok dibaca oleh semua kalangan. Khususnya bagi orang yang merasa memiliki segudang dosa dan menginginkan predikat “pribadi paripurna” melekat pada dirinya. Sebab penulis buku ini menyuguhkan teori tentang mukmin kaffah yang dikemasnya dengan bahasa “pribadi paripurna.” Menurutnya yang didasarkan pada ayat al-Qur’an, orang yang bertakwa adalah orang yang mengedepankan ibadah kepada Allah swt dan mempunyai kepedulian yang tinggi kepada sesamanya. (hal. 154).

Buku setebal 190 halaman ini patut menjadi recommended book karena muatannya yang inspiratif dan mampu mengobarkan semangat untuk selalu berlaku baik. Kita akan menemukan banyak hal positif dari buku ini. Harapan dari penulis akan tercapai manakala kita membacanya bukan hanya dalam ranah lisan (billisan) tapi juga ranah aksi (bilhal). Dengan demikian yang diperlukan tidak hanya memahami bahan bacaan, tetapi juga pengamalannya.

Manfaat lebih besar lagi akan diperoleh apabila setiap orang mengaplikasikan isi buku secara maksimal dan konsisten. Andai tiap individu tahu akan pentingnya penerapan konsep “pribadi paripurna”, tentu negeri ini akan terbebas dari praktik penyimpangan. Kalaupun ada pihak yang terpeleset ke dalam jurang kesalahan, dia akan segera membayarnya dengan sebuah pertaubatan. Pertaubatan yang berujung pada perbaikan diri. Akhirnya keamanan, kesejahteraan dan kenyamanan dalam berbagai aspek kehidupan akan dirasakan oleh seluruh rakyat.

Tidak ada komentar: