Penulis : Tere Liye
Penerbit : Mahaka Publishing, Jakarta
Cetakan : I 2011, III 2012
Halaman : iii + 425 Halaman
ISBN : 978-602-9888-36-2
Peresensi : Hibatun Wafiroh
Setelah novel Hafalan Shalat Delisa sukses
dilayarlebarkan dan serial Anak-anak Mamak—versi filmnya Anak Kaki
Gunung—memperoleh apresiasi dari penonton televisi, Tere Liye makin
meneguhkan eksistensinya di jagat sastra Indonesia melalui novel-novelnya,
antara lain Sunset Bersama Rosie. Novel yang sebagian besar ceritanya
ber-setting Gili Trawangan, Lombok, ini selain mengisahkan perjalanan
manusia dewasa, juga memindai kehidupan anak-anak. Sang penulis amat lihai
mengeksplorasi karakter anak.
Tegar Karang, si tokoh utama, tidak pernah dapat
melupakan potongan kisah sendu masa lalunya. Saat itu senja di Gunung Rinjani,
Lombok, tampak begitu memesona. Secara tidak sengaja, dari balik ranting
pepohonan dia mendengar Nathan, sahabat karibnya, menakrifkan cinta pada Rosie.
Rosie adalah gadis yang selama dua puluh tahun mengisi ruang hatinya. Padahal
esok ketika sunrise Tegar berencana mengungkapkan seluruh perasaannya
kepada Rosie. Sayang, Nathan telah mendahului dan Rosie menerima cinta lelaki
yang baru dua tahun dikenalnya itu.
Pemuda malang itu sakit, limbung, gemetar, lalu
menuruni lereng. Dia tidak sanggup melihat kebahagiaan mereka. Lantas dia
memutuskan untuk pergi. Hatinya kian remuk ketika tahu enam bulan pasca
kejadian itu Rosie dan Nathan akan menikah. Tegar tidak pernah memiliki
kesempatan. Tidak pernah ada mawar yang tumbuh di tegarnya karang.
Pelan-pelan Tegar belajar berdamai dengan
kepahitan masa lalu. Agar tak selalu dihantui bayangan Rosie, dia membenamkan
diri dalam rutinitas pekerjaan. Dia sibuk bekerja di sebuah perusahaan
sekuritas di Jakarta belasan jam saban hari.
Karier Tegar melejit bagaikan komet. Jabatan
prestisius disandangnya. Dia mulai merasakan ketenteraman walau belum
sepenuhnya bisa melupakan Rosie. Surprise! Sesudah sekian tahun Tegar
sempurna menghilang, tanpa dinyana, Nathan dan Rosie bersambang ke apartemennya
bersama kedua putri mereka, Anggrek dan Sakura. Sakit dan kecewa terobati
sudah. Tegar tidak lagi membenci mereka.
Suatu ketika di acara sosial perusahaan Tegar
berkenalan dengan Sekar, gadis cantik yang berbaik hati menjadi pendengarnya.
Interaksi yang intens membuat Sekar menaruh simpati kepada Tegar. Di tahun
ketiga pertemanan mereka, Tegar memutuskan untuk mencintai Sekar dengan
pemahaman cinta yang berbeda. Akhirnya di tahun kelima Tegar memberikan
komitmen serius dengan merancang acara pertunangan.
Tepat sehari sebelum hari H pertunangan, Nathan
dan Rosie merayakan ulang tahun pernikahan mereka yang ke-13 di Jimbaran, Bali.
Mereka menyertakan empat kuntum bunga mereka—Anggrek, Sakura, Jasmine dan
Lili—dalam momen spesial itu. Tegar turut meramaikan dari ruang kerjanya,
melakukan tele-conference. Saat matahari baru saja tenggelam di ufuk
barat, sebuah bom berdaya ledak tinggi meluluhlantakkan Jimbaran.
Tegar panik, mengkhawatirkan kondisi Nathan
sekeluarga. Seketika itu juga dia melesat ke bandara, melakukan penerbangan ke
Bali. Akibatnya, acara pertunangan yang sangat dinanti-nantikan Sekar tertunda.
Tegar janji akan segera kembali ke Jakarta untuk memenuhi janji kehidupannya
bersama Sekar setelah memastikan mereka baik-baik saja.
Nathan tewas dengan badan remuk terhantam bom.
Rosie mengalami depresi berat, yang atas saran Clarice, dibawa ke pusat
rehabilitasi mental, shelter, di sekitar pantai dreamland. Si
empat kuntum bunga kehilangan ayahnya selamanya dan ibunya—entah sampai kapan.
Demi menjaga mereka agar tak jatuh terpuruk, Tegar memutuskan untuk tinggal
lebih lama di Gili Trawangan sembari melanjutkan usaha resor milik Nathan. Dia
tinggalkan pekerjaannya, tidak peduli dengan iming-iming materi dari bosnya.
Baginya, anak-anak Rosie jauh lebih penting. Dia terlalu mencintai mereka
sebagaimana dia terlalu mencintai Rosie. Dan Sekar terpaksa menelan pil pahit
kekecewaan karena acara pertunangan lagi-lagi ditunda. Sekar masih memelihara
harapan dan setia menanti Tegar.
Dua tahun berjalan cepat. Rosie dinyatakan sembuh.
Dia kembali merajut hari bersama keempat buah hatinya tanpa ada kekhawatiran.
Dan Tegar masih betah di Gili Trawangan. Tegar enggan bersentuhan dengan
hiruk-pikuk Ibukota lagi. Bahkan dia juga lupa akan janji-janji manis yang terlanjur
digenggam erat oleh Sekar. Tegar lebih nyaman tinggal di pulau kelahirannya,
menjadi bagian dari keluarga besar resor.
Cerita belum usai. Setelah menyadari betapa
setianya Sekar menantikan Tegar, akhirnya Tegar membuat satu keputusan: menikahi
Sekar. Namun pembaca akan terkejut dengan ending yang sangat tak
terduga. Di halaman-halaman terakhir muncul satu keajaiban—Lili, si anak bungsu
Rosie, mengeluarkan kata-kata sesudah tiga tahun lamanya enggan membuka mulut. “Lili
ingin memanggil Paman dengan Papa. Papa Tegar,” kata Lili tulus di hari
pernikahan Tegar (ha. 424).
Kalimat Lili membuat Sekar rela melepas Tegar. Ia mengerti
cinta Tegar kepada Rosie lebih besar daripada cinta Tegar kepadanya. Dalam
balutan gaun pengantin, Sekar berlari mengejar Rosie. Dengan tangis tertahan ia
relakan Tegar menikahi Rosie. Mawar akan tumbuh di tegarnya karang jika Tuhan
menghendaki.
Akhir kata, novel ini layak dibaca oleh siapa saja,
terutama mereka yang pernah merasakan kecewa di masa lampau. Di samping
mendapatkan pelajaran hidup dari para tokoh dalam novel ini, pembaca seolah
dibawa ke sebuah gugusan pulau dengan panorama laut yang menakjubkan: Gili
Trawangan, Lombok.
Resensi "Mawar di Tegarnya Karang" dimuat di Radar Seni
Tidak ada komentar:
Posting Komentar