Penulis : M. Budi Anggoro
Penerbit : Najah
Cetakan : I, 2012
Halaman : 410
ISBN : 978-602-978-964-5
Peresensi : Hibatun Wafiroh
Gadis cantik berjilbab yang tidak pernah
mengeluhkan keadaan itu bernama Naysila. Ia berasal dari keluarga pas-pasan.
Meski hidup dalam belenggu ketiadaan harta, semangatnya tak kenal surut.
Tersemai satu cita-cita di dalam lubuk kalbunya, yaitu menjadi dosen atau guru.
Menyadari orang tuanya tidak mampu membiayai kuliahnya, ia rela banting tulang,
menggeluti pekerjaan apa saja yang penting halal.
Etos belajar dan kerja Naysila tinggi. Di
sela-sela rutinitas kuliah, dia nyambi bekerja menjaga konter Hp milik
Galih, tetangga yang dulu sering memakai jasanya sebagai buruh cuci pakaian.
Beruntung Galih mengizinkannya bekerja paruh waktu selepas kuliah.
Witing tresno jalaran saking kulino (cinta tumbuh lantaran sering bertemu).
Pepatah Jawa itu tepat untuk Naysila dan Galih yang hampir saban hari selalu
berjumpa di konter. Diam-diam Naysila menaruh kagum kepada Galih. Kekaguman
yang telah mencapai tataran cinta. Begitu juga dengan Galih yang terpesona oleh
kesalehan dan kedalaman ilmu Naysila.
Sayangnya, tidak satu pun dari mereka
berani mengutarakan cinta lebih dulu. Galih terlampau larut dalam keminderan.
Dia merasa tidak pantas bersanding dengan wanita sebaik Naysila. Sedangkan
Naysila terkungkung dalam kesalahpahaman. Ia mengira Galih punya hubungan
spesial dengan Cindy. Selain itu, kepapaan turut membuatnya tak berani berharap
banyak kepada Galih. Alhasil, cinta mereka terpendam di dalam hati yang justru lama-lama
akan menyesakkan jiwa.
Padahal Galih dan Cindy hanya berteman.
Kebetulan keduanya sudah saling kenal semenjak SMA. Belakangan mereka semakin
akrab karena Cindy ingin menggali informasi seputar Gading, pemuda yang amat
dicintainya. Cindy terus mendesak agar Galih bercerita tentang Gading. Tentang
karakter, keluarga, bisnis yang kerap dikoar-koarkan oleh Gading dan apapun
itu, Cindy ingin tahu. Tetapi Galih bergeming.
Bukan tanpa alasan Galih tidak menjawab
pertanyaan-pertanyaan Cindy. Galih bingung. Dia seolah berada di persimpangan
jalan. Bimbang mau memihak siapa, Cindy atau Gading. Dia tidak tega melihat
Cindy disakiti. Dia juga tidak bisa mengatakan identitas Gading yang sebenarnya
karena dia banyak berutang budi dan materi kepada Gading. Dia terlanjur
berjanji untuk tidak membocorkan kebengalan Gading kepada orang lain, termasuk
Cindy.
Bagi Cindy, Gading adalah sosok pria yang
misterius. Selesai kencan dengan Cindy, nomor ponsel Gading mendadak nonaktif.
Aneh. Gading hanya menghubungi Cindy jika ada perlu, semisal, untuk mengadakan
janji bertemu. Wajar saja kalau Cindy kerap mempertanyakan keseriusan Gading.
Meski kadang merasa dipermainkan, gadis cantik itu tetap mencintai Gading.
Sekuntum Naysila memang novel yang berkisah tentang cinta kepada
lawan jenis. Cinta yang terjaga dan tak ternodai kesuciannya. Rasa yang mendera
Galih dan Naysila adalah manifestasi cinta yang tak mudah terpengaruh bujuk
rayu setan. Berbeda dengan Gading yang memendam misi buruk dengan memacari
Cindy. Malangnya, Cindy masuk dalam perangkap lelaki miskin yang mengaku
pengusaha sukses itu.
Setelah lama hilang tidak ada kabar, tanpa
dinyana, Cindy bertemu Gading di konter Galih. Cindy marah besar. Tapi selang
tak lama mereka berdamai. Tentu karena ampuhnya jurus rayuan Gading. Saking
mujarabnya, Cindy mau menyerahkan keperawanannya pada laki-laki berperangai
buruk itu. Pertemuan hari itu ditutup dengan satu syarat yang harus dipenuhi
Cindy bila ia tidak ingin kehilangan Gading, yaitu menjauhi Naysila dan Galih.
Di sisi lain Gading mati-matian mengejar
Naysila. Berbusa-busa mulutnya mengungkapkan cinta di hadapan Naysila. Namun
sejatinya itu akal bulusnya saja agar Naysila jatuh di pelukannya. Gading tidak
pernah serius menjalin hubungan dengan perempuan. Tujuannya hanya have fun. Tindakan
Gading ini menyulutkan amarah dan kecemburuan di hati Galih. Galih tidak rela
wanita pujaannya didekati Gading.
Syarat yang diajukan Gading menyiksa batin
Cindy. Sementara Gading tidak menunjukkan perubahan apa-apa. Gading masih sulit
dihubungi. Akhirnya Cindy menyambangi rumah Naysila. Betapa terkejutnya ia
melihat Gading mendekap bahu Naysila. Cindy menuduh mereka berpacaran. Padahal
faktanya Gading yang memaksa memeluk Naysila. Cindy marah dan Gading memutusnya
seketika.
Kepada Galih, Cindy menceritakan kejadian
yang baru dilihat dan dialaminya. Galih geram, sakit hati. Tidak disangkanya, semudah
itu Naysila termakan rayuan Gading. Galih kecewa.
Novel karya M. Budi Anggoro ini menyimpan
banyak pesan religi. Sosok Naysila digambarkannya sebagai wanita muslimah yang
mumpuni di bidang agama. Ia banyak memberikan pencerahan kepada Galih melalui
diskusi-diskusi ringan. Hanya saja ending novel ini mudah ditebak. Tak
sulit bagi pembaca menerka apa terjadi setelah Gading dan Cindy berhubungan
badan. Ya, Cindy hamil dan berujung pada pertobatan Gading. Gading tidak
keberatan menikahi Cindy. Galih dan Naysila pun sepakat memasuki jenjang
pernikahan. Lepas dari kekurangannya, Sekuntum Naysila layak
dibaca oleh siapa saja. Terutama mereka yang merindukan fatwa cinta yang menen-teramkan
sanubari.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar